[ Halaman muka ] [ Tentang kami ] [ Email kami ] [ Buku tamu ] [ Arsip ] |
|||||
|
|||||
JIHAD
DALAM PERSPEKTIF ISLAM Oleh
: Wan Ulil Abshor*
Iftitah Kebajikan
dan keburukan sama-sama bersanding dalam setiap jiwa manusia. Allah
mengilhami jiwa manusia dengan kedurhakaan dan ketakwaan.
Begitu
firman Allah dalam surat Asy-syams ayat 8, yang artinya diri manusia
memiliki potensi kebaikan dan keburukan .
Islam
datang membawa nilai-nilai kebaikan dan menganjurkan manusia agar
menghiasi diri dengannya, serta memerintahkan manusia agar
memperjuangkannya hingga mengalahkan kebatilan. Atau seperti bunyi ayat
diatas, melontarkan yang hak kepada yang batil hingga mampu
menghancurkannya. Tapi hal itu tidak dapat terlaksana dengan
sendirinya, kecuali melalui perjuangan. Bumi adalah gelanggang perjuangan
(jihad) menghadapi musuh. Karena itu , al-jihadu madhin ila yaum
al-qiyamah (perjuangan berlanjut hingga hari kiamat).
Istilah
Al-Quran untuk menunjukkan perjuangan adalah kata jihad.
Sayangnya, istilah ini sering disalah pahami atau dipersempit artinya.
Makna
Jihad
Kata
jihad terulang dalam Al-Quran sebanyak empat puluh satu kali dengan
berbagai bentuknya. Menurut Ibnu Faris (w.395 H) dalam bukunya Mu'jam
Al-Maqayis fi Al-Lughah, "Semua kata yang terdiri dari huruf j-h-d,
pada awalnya mengandung arti kesulitan atau kesukaran dan yang mirip
dengannya."
Kata
jihad terambil dari kata jahd yang berarti
"letih/sukar." Jihad memang sulit dan menyebabkan
keletihan. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad berasal dari akar
kata "juhd" yang berarti "kemampuan." Ini
karena jihad menuntut kemampuan, dan harus dilakukan sebesar kemampuan.
Dari kata yang sama tersusun ucapan "jahida bir-rajul"
yang artinya "seseorang sedang mengalami ujian." Terlihat kata
ini mengandung makna ujian dan cobaan, hal yang wajar karena jihad memang
merupakan ujian dan cobaan bagi kualitas seseorang.
Makna-makna
kebahasaan dan maksudnya di atas dapat dikonfirmasikan dengan beberapa
ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad. Firman Allah berikut ini
menunjukkan betapa jihad merupakan ujian dan cobaan. Apakah kamu
menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang
berjihad di antara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang besar (QS
Ali 'Imran: 142).
Demikianlah
terlihat, bahwa jihad merupakan cara yang ditetapkan Allah untuk menguji
manusia. Tampak pula kaitan yang sangat erat dengan kesabaran sebagai
isyarat bahwa jihad adalah sesuatau yang sulit, memerlukan kesabaran serta
ketabahan. Kesulitan ujian atau cobaan yang menuntut kesabaran itu
dijelaskan rinciannya antara lain dalam surat Al-Baqarah ayat 214: Dan
sungguh pasti kami akan memberi cobaan kepada kamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang bersabar (QS
Al-Baqarah : 155
Jihad
juga mengandung arti "kemampuan" yang menuntut sang mujahid
mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena itu
jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut
atau mengambil, tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia
tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang di milikinya habis.
Jihad
merupakan aktivitas yang unik, menyeluruh dan tidak dapat dipersamakan
dengan aktivitas lain, sekalipun aktivitas keagamaan. Tidak satu amalan
keagamaan yang tidak disertai dengan jihad. Paling tidak, jihad diperlukan
untuk menghambat rayuan nafsu yang selalu mengajak pada kedurhakaan dan
pengabaian tuntunan agama.
Karena
itu, seorang Mukmin pastilah mujahid, dan tidak perlu menunggu izin atau
restu untuk melakukannya. Ini berbeda dengan orang munafik. Perhatikan dua
ayat berikut: Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian
tidak meminta izin kepadamu (Muhammad SAW) untuk berjihad dengan harta
benda dan jiwa mereka. Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa
(QS Al-Taubah : 44). Orang-orang
yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) bergembira di tempat mereka di
belakang Rasul, mereka tidak senang untuk berjihad dengan harta dan diri
mereka di jalan Allah….(QS Al-Taubah : 81).
Mukmin
adalah mujahid, karena jihad merupakan perwujudan identitas kepribadian
Muslim. Al-Quran menegaskan;
Maka,
jangan menduga yang meninggal di medan juang sebagai orang-orang mati,
tetapi mereka hidup memperoleh rezekinya di sisi Allah SWT. (baca QS 3 :
169). Karena jihad adalah perwujudan kepribadian, maka tidak dibenarkan
adanya jihad yang bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Bahkan bila
jihad dipergunakan untuk memaksa berbuat kebatilan, harus ditolak
sekalipun diperintahkan oleh kedu orang-tua. Apabila keduanya
(ibu-bapak) berjihad (bersungguh-sungguh hingga letih memaksamu) untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu, yang tidak ada bagimu pengetahuan
tentang itu (apalagi jika kamu telah mengetahui bahwa Allah tidak boleh
dipersekutukan dengan sesuatu pun), jangan taati mereka, namun pergauli
keduanya di dunia dengan baik…..(QS Luqman : 15).
Mereka
yang berjihad pasti akan diberi petunjuk dan jalan untuk mencapai
cita-citanya.
Terakhir
dan yang terpenting dari segalanya adalah bahwa jihad harus dilakukan demi
Allah, bukan untuk memperoleh tanda jasa, pujian, apalagi keuntungan
duniawi. Berulang-ulang Al-Quran menegaskan redaksi fi sabilihi (di
jalan-Nya). Bahkan Al-Quran surat Al-Hajj ayat 78 memerintahkan:
Kesimpulannya,
jihad adalah cara untuk mencapai tujuan. Jihad tidak mengenal putus asa,
menyerah, kelesuan, tidak pula pamrih. Tetapi jihad tidak dapat
dilaksanakan tanpa modal, karena itu jihad mesti disesuaikan dengan modal
yang dimiliki dan tujuan yang dicapai. Sebelum tujuan tercapai dan selama
masih ada modal, selama itu pula jihad dituntut.
Karena
jihad harus dilakukan dengan modal, maka mujahid tidak mengambil, tetapi
memberi. Bukan mujahid yang menanti imbalan selain dari Allah, karena
jihad diperintahkan semata-mata demi Allah. Jihad menjadi titik tolak
seluruh upaya; karenanya jihad adalah puncak segala aktivitas. Jihad
bermula dari kesadaran. Kesadaran harus berdasarkan pengetahuan dan tidak
datang dengan paksaan. Karena itu mujahid bersedia berkorban, dan tak
mungkin menerima paksaan, atau melakukan jihad dengan terpaksa.
Macam-macam
Jihad
Seperti
telah dikemukakan, terjadi kesalahpahaman dalam memahami istilah jihad
Jihad biasanya hanya dipahami dalam arti perjuangan fisik atau perlawanan
bersenjata. Ini mungkin terjadi karena sering kata itu baru terucapkan
pada saat-saat perjuangan fisik. Memang diakui bahwa salah satu bentuk
jihad adalah perjuangan fisik/perang, tetapi harus diingat pula bahwa
masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, sebagaimana
sabda Rasulullah SAW. Ketika beliau baru saja kembali dari medan
pertempuran.
Rasulullah
SAW. Bersabda, "Berjihadlah menghadapi nafsumu sebagaimana engkau
berjihad menghadapi musuhmu." Dalam kesempatan lain beliau
bersabda, "Berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dengan tangan
dan lidah kamu."
Pada
umumnya, ayat-ayat yang berbicara tentang jihad tidak menyebutkan objek
yang harus dihadapi. Yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah
berjihad menghadapi orang kafir dan munafik sebagaimana disebutkan
Al-Quran surat At-Taubah ayat 73 dan At-Tahrim ayat 9.
Tetapi
ini tidak berarti bahwa hanya kedua objek itu yang harus dihadapi dengan
jihad, karena dalam ayat-ayat lain disebutkan musuh-musuh yang dapat
menjerumuskan manusia kedalam kejahatan, yaitu setan dan nafsu manusia
sendiri. Keduanya pun harus dihadapi dengan perjuangan.
Hawa
nafsu pun diperingatkan agar tidak diikuti sekehendak hati. Nabi
Yusuf diabadikan Al-Quran ucapannya: Aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan) karena sesungguhnya (hawa) nafsu selalu mendorong kepada
kejahatan, kecuali yang diberi rahmat oleh Tuhanku (QS Yusuf : 53). Jelaslah,
paling tidak jihad harus dilaksanakan menghadapi orang-orang
kafir, munafik, setan dan hawa nafsu.
Dapat
dikatakan bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang sering
memanfaatkan kelemahan nafsu manusia. Ketika manusia tergoda oleh setan,
ia menjadi kafir, munafik dan menderita
penyakit-penyakit hati, atau bahkan pada akhirnya manusia itu sendiri itu
sendiri menjadi setan. Sementara setan sering didefinisikan sebagai
"manusia atau jin yang durhaka kepada Allah serta merayu pihak lain
untuk melakukan kejahatan."
Menghadapi
mereka tentunya tidak selalu harus melalui peperangan atau kekuatan fisik.
Tapi pada saat yang sama perlu diingat bahwa hal ini sama sekali bukan
berarti bahwa jihad fisik tidak diperlukan lagi. Agar lebih jelasnya
disini penulis akan membagi
beberapa macam jihad:
1. Fardlu 'Ain; yaitu berjuang melawan musuh yang menyerbu ke sebagian negara kaum muslim seperti jihad melawan kaum Yahudi yang menduduki negara Palestina. Semua orang muslim yang mampu berdosa sampai mereka dapat mengeluarkan orang-orang Yahudi dari negeri tersebut.
2.
Fardlu Kifayah; yaitu jika sebagian telah memperjuangkannya, maka
yang lain sudah tidak berkewajiban untuk melakukan perjuangan tersebut,
yaitu berjuang menyebarkan dakwah Islam ke seluruh negara sehingga
melaksanakan hukum Islam, dan barangsiapa yang masuk Islam serta berjalan
di jalan Islam kemudian terbunuh sehingga tegak kalimat Allah, maka jihad
ini berjalan terus sampai hari kiamat. Jika orang-orang meninggalkan jihad
dan tertarik oleh kehidupan dunia, pertanian dan perdagangan maka ia akan
tertimpa kehinaan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Jika anda
jual beli inah (seseorang jual sesuatu dengan bayaran akhir dan
menyerahkannya kembali dari sipembeli tersebut, sebelum lurus
pembayarannya dengan harga yang lebih murah dan dibayar langsung), kamu
ambil ekor-ekor sapi, dan dan kamu puas dengan pertanian kemudian kamu
tinggalkan jihad dijalan Allah, maka Allah meliputi dengan kehinaan dan
tidak akan melepaskannya darimu sehingga kamu kembali kepada agamamu"
(HR. Ahmad).
3.
Jihad terhadap pemimpin Islam; yaitu dengan memberikan nasihat
kepada mereka dan pembantu mereka, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Agama
adalah nasihat, kami bertanya , untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau
menjawab: untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin Islam dan
orang-orang muslim awam" (HR. Muslim). Dan beliau bersabda: "Jihad
yang paling mulia adalah menyampaikan kebenaran kepada pemimpin yang
zalim" (HR. Abu Daud dan Tarmizi). Adapu cara untuk menghindarkan
diri dari penganiayaan pemimpin kita sendiri, yaitu agar orang-orang Islam
bertaubat kepada Tuhan, meluruskan akidah mereka atas dasar ajaran-ajaran
Islam yang benar sebagai pelaksanaan dari firman Allah: "Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri" (QS Ar-'Ad : 11).
4.
Berjihad melawan orang kafir, komunis dan penyerang dari kaum ahli
kitab, baik dengan harta benda, jiwa dan lisan sebagaimana sabda
Rasulullah SAW: "Dan berjihadlah menghadapi orang-orang musyrik
dengan harta bendamu, jiwamu dan lisanmu" (HR. Ahmad).
5.
Berjihad melawan orang-orang fasik dan pelaku maksiat dengan tangan
dan hati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diantara
kamu melihat kemungkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu
maka dengan lisannya, dan
jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman"
(HR. Muslim).
6.
Berjihad melawan setan; dengan selalu menentang segala kemauannya
dan tidak mengikuti godaannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya
setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah sebagai musuhmu, karena
sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi
penghuni neraka yang menyala-nyala" (QS Faatir : 6).
7.
Berjihad melawan hawa nafsu; dengan menghindari hawa nafsu,
membawanya kepada ketaatan kepada Allah dengan menghindari
kemaksiatan-kemaksiatannya. Allah berfirman melalui mulut Zulaihah yang
mengakui telah membujuk Yusuf untuk berbuat dosa: "Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu
menyuruh kepada kejahatan, Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang" (QS Yusuf : 53).
Ada
sebuah syair menuturkan: "Musuh besarmu nafsu dan setan,
bujuk-rayunya jangan kau hiraukan, tutur-nasihatnya penuh kesesatan,
i'tikad baiknya mesti kau ragukan."
home
|
|
||||
[ Halaman muka ] [ Tentang kami ] [ Email kami ] [ Buku tamu ] [ Arsip ] |
|||||
|