[ Halaman muka ]      [ Tentang kami ]      [  Email kami ]     [ Buku tamu ]     [ Arsip ]

>>>Makalah

JIHAD

*(Menela'ah Makna Dan Sasarannya Dalam Dimensi Kemanusiaan)*

Oleh M. Mugni Sir

 

Judul buku      : Al-Jihad

Pengarang       : DR. Ahmad Muhammad el-Hufy

Penerbit           : Majlis A'la Lis-Syu'un el-Islamiyah

Jumlah hal      : 278 halaman

 

IFTITAH

Dalam terma-terma keislaman kata jihad bukanlah merupakan hal yang baru kita kenal. Kata ini sudah membentuk wacana lama, yang banyak kita dapatkan dalam siroh-siroh Nabi, hasil goresan tangan para ulama terdahulu. Akan tetapi, kata ini telah mengalami perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman yang mengharuskan kita untuk kembali menela'ah makna ataupun esensi dan sasaran jihad tersebut. Belum hilang dari ingatan kita peristiwa istisyhadiah yang dilakukan oleh saudara kita di Palestina, yang memaksa kita, khususnya para ulama era ini untuk kembali menginterpretasikan makna jihad dan mengaitkannya dengan hal itu. Perbedaan  pendapat, persepsi, pandanganpun tidak terelakkan lagi di kalangan para Fuqhoha'. Berbagai fatwa dari para Mufthypun akhirnya mencuat ke hadapan public dan mewarnai beberapa media massa baik cetak maupun tulis. Ada yang membolehkan, tetapi ada pula yang manganggap bahwa hal itu merupakan bentuk lain dari intihariyah yang harus segera dihentikan.

 

Permasalahannya sekarang, bagaimana kita memahami, menela'ah dan menginterpretasikan idiom jihad itu sesuai dengan Al-Qur'an dan apa yang pernah dicetuskan oleh Rosulullah SAW.

 

Pengarang buku ini, Dr. Ahmad Muhammad Al-Hufy juga berharap bahwa buku ini nantinya akan bisa menjadi sebuah santapan rohany bagi pembacanya, lentera penerang dalam kegelapan dan memberikan kabar gembira akan kemenangan serta kumuliaan umat Islam.

 

DEFENISI,  ESENSI  DAN  HUKUM  JIHAD

 

Dalam diskursus dialog islam, yang merupakan hal yang sangat prinsipil adalah mengulas faktor-faktor apa saja yang berkaitan dengan subject bembahasan. Misalnya saja pendekatan secara etimology ataupun terminology. Pedekatan-pendekatan semacam ini sengaja kita lakukan untuk mendapatkan kejelasan dari substansi pembahasan plus dikaitkan dengan faktor-faktor sejarah.

 

Kata jihad yang sekarang ini ramai dibicarakan, menurut Dr. Nasaruddin Umar (salah seorang pembantu rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta), ternyata sudah lepas dari konteksnya. Kata ini berkonotasi negatif dan bahkan cenderung kontraproduktif karena didasarkan hanya pada akumulasi kekecewaan dan kemarahan umat Islam saja, bukan didasarkan pada pertimbangan logika dan konfirmasi terhadap nurani. Dan jihad ini mestinya  memperhitungkan unsur-unsur strategi, taktik, dan metode seperti yang pernah dilakukan Nabi saw.

 

Lalu Beliau melanjutkan bahwa jihad itu berasal dari kata "jahada". Dari akar kata ini akan melahirkan beberapa kata, antara lain ; jihad, yaitu perjuangan secara otot. Dari akar kata yang sama juga melahirkan kata ijtihad, perjuangan secara otak. Dan dari akar kata ini juga  akan lahir kata mujahadah ; perjuangan hati nurani, perjuangan spiritual.

 

Jadi, ---Beliau menambahkan--- mestinya konsep jihad itu tidak bisa lepas dari 3 konteks ini, karena kalau jihad dilepaskan dari konteks yang lainnya, ia bisa direduksi menjadi kekerasan kemanusiaan. Itu bisa saja terjadi. Jadi jihad di mana-mana, apalagi konteks dan konsep penggunaan jihad pada masa Nabi, itu sangat khusus.

 

Jihad dapat juga diartikankan berjuang habis-habisan untuk mencapai suatu cita-cita yang diimpikan. Islam memilih jihad dan bukan "harb" (peperangan), walaupun keduanya sama-sama mempunyai makna yang lebih kurang bermotifkan perjuangan, tetapi "harb" lebih kepada perjuangan untuk sesuatu bangsa atau negara dan bahkan identik dengan gengsi dan kepentingan politik sepihak. Sedangkan jihad itu sendiri adalah perjuangan suci untuk kemashlahatan umat manusia sejagat dan mempunyai makna yang menyeluruh. Konklusinya, jihad itu lebih bersifat mencapai suatu perubahan yang menuju ke arah perbaikan. Keluasan maknanya meliputi segala aspek, mulai dari perjuangan individu hingga kepada perjuangan kenegaraan, dari melawan hawa nafsu hingga kepada peperangan melawan musuh di medan pertempuran.

 

Bahkan menurut Konsultan Muhammad Sa'id Asmawy dalam bukunya Al-Islam As-Siyasi, Jihad secara etimologi berasal dari kata "thaqah" yang berarti daya upaya, dan "masyaqah" yang berarti kesulitan. Sedangkan secara terminology para ulama telah sepakat bahwa jihat berarti " badzlul was' ", mengeluarkan segenap daya upaya, kemampuan dalam "qital fi sabillah" yang dapat diekspresikan dalam bentuk peperangan di medan laga, mendermakan harta,  memberikan ide-ide, mengakomodasi segala keperluan primer, skunder dan yang lain-lainnya bagi kemaslahatan kaum muslimin secara mikro dan umat manusia secara makro. Disisi lain bahwa jihad bertujuan untuk mempertahankan diri (defendsif) ---kaum muslimin--- dari musuh-musuhnya ---kaum kafir--- untuk meneggakkan agama Allah. Jadi, makna jihad secara makro adalah aksi umat islam dalam mengorbankan segala sesuatu ---harta, nyawa, benda, nilai-nilai etis--- untuk membela Islam sebagai negara dan Islam sebagai agama dari gerakan-gerakan musyrikin.

 

Konklusinya, bahwa peperangan yang dilakukan Rosul saw dan para sahabat melawan kaum kafir Quraisy adalah merupakan aplikasi yang lahir dari interpretasi  makna jihad, begitu pula dengan penaklukan umat Islam terhadap imperium Roma dan Paris dibawah komando Umar bin Khatthab, perlawanan umat Islam melawan bangsa Tartar, juga pemberontakan (tsauroh) Mesir terhadap imperialisme Perancis dan Inggris, perlawanan rakyat Libya atas Italia, Jazair atas Perancis, begitu pula perjuangan rakyat Indonesia terhadap imperialisme Belanda ; Jepang dan sekutunya, juga perlawanan saudara kita di Palestina atas kebiadaban Israel dan lain sebagainya.

 

Di dalam memperjuangkan "Islam", satu-satunya arah yang akan dituju ialah Jihad fi Sabilillah, dalam arti ; segala niat, tujuan dan gerak-gerik tidak lain hanya untuk menegakkan agama Allah yang suci ini. Telah diriwayatkan oleh Abu Musa r.a, seseorang datang bertanya kepada Rasulullah saw : "Seseorang berperang untuk mendapatkan harta rampasan perang, yang lain berperang untuk mencari kemasyhuran dan yang ketiga berperang untuk
menunjuk-nunjuk, maka siapakah yang berperang di jalan Allah? Rasulullah saw. menjawab : Sesiapa yang berperang agar kalimat (agama) Allah menjadi agung, dialah yang berperang di jalan Allah" (HR. Buchari).

 

Perjuangan di jalan Allah ialah berjuang menegakkan hukum Allah di dalam kehidupan manusia dan menjadikan undang-undang Allah itu menjadi referensi perundang-undangan yang mesti diindahkan oleh semua golongan manusia. Firman Allah swt : "Barang siapa yang tidak menghukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah (hukum Allah), maka sesungguhnya mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang dzolim" (Al-Maidah : 44)

Ayat ini diperkuat pula dengan ayat selanjutnya  yaitu Al-Maidah : 45,47.

 

Adapun ayat-ayat yang menyeru kita untuk berjihad diantaranya yaitu : "Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu." (Al Hajj : 39). "Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, kerana sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas." (Al Baqarah : 190). "Dan perangilah mereka, supaya tidak ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah" (Al-Anfal : 39). "Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa." (At Taubah: 36). "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi pula kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu sedangkan ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (Al Baqarah : 216). Itulah serangkaian ayat-ayat Allah yang menyeru kita untuk berjihad dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang semisal itu.

 

Untuk memahami secara lebih mendalam tentang Jihad ini, Imam Ibnu Qayyim menulis di dalam bukunya "Zad Al-Ma'ad" bahwa jihad itu ada 13 bagian dan dikumpulkan ke dalam 4 kumpulan yaitu :

 

A. Jihadun Nafsi

 

Yaitu pembinaan (tarbiyah) manusia terhadap dirinya untuk menta'ati Allah, menolak fitnah syahwat dan syubhat, dan melaksanakan ketaatan walupun ia amat berat dan tidak disukai oleh hawa nafsunya. 

Ibnu Qayyim membagi Jihadun-Nafsi ini menjadi empat tahapan : 

1.    Jihadun Nafsi untuk memahami petunjuk dan Dien yang Haq.

2.    Jihadun Nafsi untuk mengamalkan Dien yang Haq

      3. Jihadun Nafsi untuk menyeru (dakwah) kepada Dien yang Haq di tengah-tengah     masyarakat, untuk  mengajari orang yang belum mengetahui.

Jihadun Nafsi untuk selalu bersabar dan ikhlas menghadapi segala cobaan dan kesulitan-kesulitan dalam berdakwah dan terus menjalankan tugas dengan ikhlas semata-mata karena Allah. 

 

B. Jihadus Syaitan

 

Jihadus Syaitan terbagi kepada 2 bagian :

1.Melawan, menentang dan menghapuskan keraguan dan rasa was-was yang berkaitan dengan keimanan.

2.Melawan dan manentang hasrat dan keinginan nafsu untuk melakukan maksiat dan kemungkaran serta mengelakkan diri untuk terlibat dengan perkara yang tidak mendatangkan faedah seperti mengupat, mennggunjing, menfitnah dan sebagainya. 

 

C. Jihad Menentang Kemungkaran

 

Yaitu ada 3 tingkatan : 

Tingkatan yang pertama yaitu, jika kita mempunyai kekuatan dan kekuasaan, maka hendaklah kita mengubahnya dengan kekuatan dan undang-undang serta kasih sayang.  Kemudian sekiranya kita tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan, maka hendaklah mengatakan kebenaran itu dengan lisan kita.  Sekiranya hal itu tidak mampu juga untuk kita lakukan maka setidaknya bencilah kemungkaran itu dengan hati. 

 

D. Jihadul Kuffar

 

Jihad melawan orang-orang kafir ---seperti juga jihad-jihad lainnya--- mempunyai beberapa tingkatan yaitu dengan hati, lidah, harta dan jiwa . Jihadul kuffar itu haruslah kita reallisasikan dengan segala daya upaya dan kemampuan kita serta berjuang dengan apa yang mereka ajukan kepada kita. Ekonomi dengan ekonomi, pendidikan dengan pendidikan, politik dengan politik dan kekuatan dengan kekuatan pula.

 

Jihad fi Sabilillah adalah satu proses yang akan terus berkotinuitas dan harus dimulai dari diri sendiri, lalu keluarga, kemudian masyarakat, negara dan alam semesta di dalam semua aspek kehidupan baik politik, ekonomi, social, budaya dan sebagainya. Pernah suatu ketika ada seseorang datang kepada Rasulullah saw, lalu berkata: "Wahai Rasulullah, manusia telah meremehkan kebaikan, mereka mengatakan: " Tak ada lagi peperangan, karena peperangan telah usai. "Beliau berkata: "Mereka dusta, sekarang peperangan itu  telah datang. Dan akan sentiasa ada segolongan dari umatku yang berperang membela kebenaran sampai datang keputusan Allah, sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian" (Sahih al-Jami' As-Saghir).

 

Selain  itu di dalam memperjuangkan Islam perlu adanya aturan-aturan, metode dan strategi agar perjuangan itu terkoordinir, teratur dan tersusun rapi.

 

Adapun jihad jika ditela'ah dari segi hukum tidaklah selalu tetap (permanent) malainkan berubah-ubah (elastis) sesuai dengan konteks dan tuntutannya. Terkadang jihad bisa menjadi wajib (fardlu) 'ain bagi segenap umat Islam dan bisa pula menjadi fardlu kifayah bagi sebagian orang atau kelompok saja, tergantung kausal yang melingkupinya. Namun perlu ditekankan bahwa jihad pada dasarnya adalah fardlu kifayah. Jihad hukumnya fardlu 'ain jika dihadapkan dengan keadaan-keadaan berikut ini :

 

a. Apabila musuh menyerang negara muslim, maka wajiblah atas rakyat negeri tersebut ---baik itu pria, wanita, dewasa ataupun belum, anak-anak, para budak dan hamba sahaya--- untuk mengadakan perlawanan, berjihad sampai tetes darah penghabisan demi mempertahankan tanah air mereka.

b. Apabila mereka tidak mampu untuk mengusir penjajah tersebut, maka jatuhlah kewajiban ---untuk berjihad--- kepada negara tetangga terdekat untuk melanjutkan estapet suci itu. Nah, apabila nantinya mereka juga tidak mampu untuk mengembannya, maka jatuhlah tanggung jawab tersebut kepada negara terdekat setelah itu dan begitulah seterusnya (perhatikan firman Allah surat At-Taubah : 38-39, dan 41).

c. Jika kaum muslimin yang berdomisili di suatu wilayah mengetahui betapa lemah dan simplistisnya peta kekuatan saudara mereka yang sedang digempur dan dibombardir oleh kaum musyrikin, terkhusus para marinir dan tentara yang telah digaji dari uang umat.

 

Kemudian, jihad akan menjadi fardlu kifayah dalam situasi-situasi di bawah ini :

a. Apabila kaum muslimin tersebut mampu untuk malakukan resolusi jihad, mengusir para penjajah dari tanah air mereka tanpa adanya intervensi dari luar.

b. Bagi mereka yang mendapat keringanan untuk tidak berjihad (al-ma'faun min al-jihad) dari Allah dikarenakan sedang berudzur--seperti sakit, dll--atau sudah tidak mempunyai kekuatan dan kemampuan untuk berjihad.

 

Nah, sekarang timbul pertanyaan di benak kita, siapa sajakah "al-ma'faun" itu ??  Adapun orang-orang yang termasuk dalam kategari golongan ini ialah :

1. Penyandung tunanetra, tunadaksa, orang-orang jompo dan orang-orang lemah  lainnya.

2. Anak-anak kecil yang belum dewasa dan belum sanggup untuk melakukan hal itu.

3. Para hamba sahaya, dikarenakan kewajiban tersebut telah jatuh kepada tuannya.

4. Para isteri, dikarenakan kewajiban tersebut telah jatuh kepada suaminya

5. Ulama yang paling af-qoh di wilayah tersebut.

6. Orang yang masih mempunyai kedua orang tua ataupun salah satu dari keduanya.  Dalam hal ini Rosulullah saw pernah melarang 'Abbas bin Murodis untuk pergi berjihad dikarenakan dia masih memiliki ibu. 

[ ke halaman selanjutnya ]  

 

 

home

 

 

 

[ Halaman muka ]      [ Tentang kami ]      [  Email kami ]     [ Buku tamu ]     [ Arsip ]

© Himpunan Mahasiswa Medan Mesir 2002

     Silakan menyalin atau mengutip isi atau sebagian dengan mencantumkan sumber HMM Online

Kirim artikel/saran/kritikan 

Kontak Webmaster