[ Halaman muka ] [ Tentang kami ] [ Email kami ] [ Buku tamu ] [ Arsip ] |
|||||
|
|||||
Sekilas tentang sejarah Al-Azhar Adalah
Mesir, kota klasik yang penuh dengan seabrek sejarah dan peninggalan.
Perjalanan historis masyarakatnya dibawah kekuasaan Dinasty Romawy
Binjantium telah mencapai suatu tatanan masyarakat yang hidup diatas
paradigma nilai-nilai ke-islamian. Hal ini dapat kita saksikan lewat
arsitektur bangunan dan menara-menara yang menjulang tinggi, sehingga
gelar kota seribu menara pun disandang olehnya. Mesir
yang diekspansi oleh Arab pada tahun 20 H /641 M, ketika itu berada
dibawah jajahan kebiadaban kekuasaan Bijantium. Dengan masuknya
imperialisme Dinasty Romawi ideologi animisme yang dianut komunitas Mesir
ketika itu dihapus kesatu ideologi Nasrani absolut yang menjadi agama
resmi bagi negeri-negeri jajahan Dinasty Romawi. Al-Azhar
yang ketika itu berkiblat kepada ajaran syi'ah dibawah kepemimpinan
Dinasty Fatimy dan Dinasti Fatimy manjadikan Mesir sebagai sentral
pergerakannya. Dari sini terdapat indikasi bahwa Al-Azhar memiliki akar
sejarah yang bertautan dengan Dinasty Fatimy sebagai pencetus. Dan memang,
kekuasaan Fatimiyyiin juga adalah indikator berkembangnya
slogan-slogan ke-islaman di daratan Mesir, sehingga berdirilah sebuah jami'
dikota Mesir lama (Mishra al-Qodimah) sebagai salah satu tempat
pembelajaran fiqh syi'ah yang menjadi spirit islam, sarana pendidikan,
pengadilan, tempat berfatwa dan sebagainya. Maka
langkah awal yang diambil Amr bin Ash ketika mengekspansi Mesir adalah
mendirikan sebuah mesjid sebagai sarana untuk mengaplikasikan rutinitas
kenegaraan serta urusan politik dan sosial, hal ini dapat
dianalogikan pada misi Rasulullah saw. ketika hijrah ke Madinah dan
mendirikan mesjid --yang kita kenal sekarang Mesjid Nabawi-- sebagai
sentral bernegara dan bermasyarakat. Piranti
kekuasaan dalam sejarah Islam selalu ditandai dengan perkembangan masjid
di pusat ibu kota, beriringan dengan didirikannya kota Kairo, maka
dibangunlah sebuah masjid dengan nama Jami' Al-Qohirah atas perintah
khalifah Al-Maiz Lidinillah yang kemudian ditindak lanjuti oleh panglima
Jauhar Ats-Tsaqili. Dan
dengan datangnya khalifah Al-Aziz Billah berkunjung, sekeliling jami'
tersebut dihiasi dengan beberapa istana dan taman yang disebut Al-Qusar
Az-Zahiroh. Keadaan sekeliling yang indah dan bercahaya membuat orang
menjulukinya dengan sebutan "Jami' Al-Azhar" (berasal dari kata
zahra yang berarti bercahaya, bersinar, berkilau). Dari masjid
Amr bin Ash dan Ibnu Tholun, perlahan poros pendidikan berpindah ke
al-Azhar yang didirikan pada 24 Jumadil awal 359 H/970 M. Dan perlu
diketahui bahwa jamiah Al-Azhar mulai beroperasi pada 7 Romadhon 361 H. Jami'
al-Azhar mengalami renovasi dari masa ke masa hingga sampai tahap
penyempurnaan. Gagasan renovasi itu dilakukan pada pemerintahan Utsmaniah.
Lewat tangan amir Abdurrahman Katakhda (wafat 1776 M) terjadi penambahan
dua menara pada masjid Jami' Al-Azhar, penggantian mihrob (tempat imam)
dan mimbar baru, membuka ruang belajar bagi yatim piatu, membangun ruang
untuk pemondokan pelajar asing (pendatang), membuat pendopo, ruang tamu,
teras dan tempat wudlu'. Pemahaman
syi'ah yang telah sekian lama mewarnai aktifitas keagamaan di masjid
Jami’ Al-Azhar, diubah dengan pemahaman Ahlu Sunnah wal Jama'ah sebagai
warisan pemahaman musaytir pada waktu itu. Dengan demikian seluruh
kurikulum syiah pun digantikan dengan kurikulum sunni. Pada
masa pemerintahan Sultan Adz-Dzohir Barquq (784H / 1382 M) administrasi
Al-Azhar diperbaharui dengan mengangkat amir Bahadir Al-Thawasyi sebagai
direktur pertama Al-Azhar, gagasan ini adalah langkah awal untuk meletakan
Al-Azhar dibawah kekuasaan pemerintah. Sistem ini berjalan hingga
pemerintahan Utsmaniyah dipenghujung abad 11 H, yang ditandai dengan
pengangkatan Syeikh Al-Ummy yang akhirnya dikenal dengan gelar Syeikh
Al-Azhar atau Grand Syeikh sebutan terhadap sosok sentral figur yang
mengatur keperluan pendidikan, pengajaran,
fatwa dan hukum yang bersangkutan dengan problematika
keagamaan serta sosial masyarakat. Syeikh Muhammad Al-Khurasy (1010 H/1101
M) diangkat untuk menjadi Syeikh Al-Azhar yang pertama kalinya bagi
lembaga Islam tertua ini. Hingga saat ini Al-Azhar telah dipimpin 40
Syeikh dalam rentang waktu 43 periode, dan yang sekarang adalah Syeikh
Muhammad Sayyid Thantawi mantan mufti Mesir. Pada
masa kepemimpinan Sultan Ali Pasya, sistem pendidikan di Mesir mengalami
perubahan menjadi dua sistem pendidikan yang berbeda, ditandai dengan
berdirinya sekolah-sekolah yang memakai sistem pendidikan yang
berorientasi ke Barat dengan menerapkan kurikulum Barat, dan Azhar yang
tetap konsekuen pada lini pendidikan tradisional yang menghandalkan
penghapalan semata. Walaupun demikian peran Al-Azhar tidak dapat
dipungkiri dalam usahanya menjaga warisan pemikiran klasik Islam. Akan
tetapi sistem pelajaran Al-Azhar perlahan-lahan terbias juga dengan sistem
pendidikan Barat yang eksperimental. Diantara
perubahan tersebut adalah dicantumkannya sistem ujian untuk meraih gelar
kesarjanaan pada tahun 1872 dan dibentuknya Dewan Administrasi pada tahun
1896 sebagai lembaga yang bertugas untuk menetapkan kurikulum yang
diajarkan disekolah-sekolah dan universitas Al-Azhar. Berbicara
tentang pembaharuan akan terlintas dibenak kita seorang revormer dan orang
pertama yang mendengungkan genderang pembaharuan untuk sistem pendidikan
di Al-Azhar yaitu imam Muhammad Abduh murid setia Jamaluddin Al-Afghani
(1849-1905), dimana ilmu-ilmu modern adalah alternatif bagi gagasan
pembaharuan ke dalam kurikulum Al-Azhar. Akan tetapi langkah ini tak
mendapat dukungan dari Syeikh Muhammad Al-Anbaby dan dengan berpindahnya
jabatan Syeikh al-Azhar ke tangan Syeikh An-Nawawy, gagasan imam Muhammad
Abduh ditindak lanjuti hingga sampai pada tahap pengaplikasian yaitu
dengan menyederhanakan uraian pelajaran yang bertele-tele, sementara
ilmu-ilmu umum dimasukan dalam kurikulum Al-Azhar. Untuk
menghadapi tantangan globasi, al-Azhar memandang perlu metode penelitian
yang didasari atas kepekaan dan kesungguhan, sehingga alumnus al-Azhar
yang akan datang tidak hanya mumpuni dalam bidang keagamaan saja, akan
tetapi juga dibidang sains dan teknologi. Realisasi dari pemikiran ini
dibarengi dengan misi pengiriman mahasiswa terbaik al-Azhar untuk
mempelajari metodologi Barat karena ilmu tidak mengenal negeri ataupun
ras. Disamping juga sebagai sarana untuk memberikan persepsi yang positif
tentang islam di Barat. Pada
tahun 1930, keluar undang-undang no.49 yang mengatur pendidikan Al-Azhar
mulai dari pendidikan dasar sampai ke Perguruan Tinggi dan membagi
universitas Al-Azhar menjadi tiga fakultas; Syari'ah, Ushuluddin dan
Bahasa Arab. Adapun Fakultas Syari'ah Wal Qonun (Perundang-undangan) di
Kairo baru dibuka pada tahun 1930, sekaligus sebagai gedung fakultas yang
pertama dibangun yang kemudian disusul pembangunan gedung fakultas
Ushuluddin dan Bahasa Arab pada tahun yang sama dengan Keppres No.380
tahun 1978 yang dikeluarkan pada 16 Romadhon 1938 H. / 20 Agustus 1978 M.
Sementara itu aktifitas perkuliahan di kampus al-Azhar telah dimulai pada
tahun 1965 dibawah fakultas Syariah. Pada tahun 1972 pemerintah
mengeluarkan Keppres no.7 yang
menjadikan fakultas Dirosat Al-Islamiyah wal Arabiah menjadi fakultas
lembaga tersendiri, kemudian pada akhirnya menjadi fakultas yang berdiri
sendiri dengan Keppres no.299 tahun 1976. Hingga
saat ini perguruan tinggi Al-Azhar disamping memiliki fakultas fakultas
keislaman juga telah ditambah dengan fakultas-fakultas baru, seperti
Tarbiyah, Kedokteran, Farmasi, Sosial Politik dan Ekonomi, Perdagangan,
sains dan sebagainya, serta dibangun fakultas yang menampung khusus
mahasiswi yang dikenal dengan kulliyatul banat. Al-Azhar juga
memiliki lembaga-lembaga lain yaitu : 1. Lembaga Pendidikan Dasar dan
Menengah (Al-Ma'ahid Al-Azhariyin). 2. Lembaga Riset Islami (Majma'
Buhuts Islamiyah). 3. Biro kebudayaan dan misi Islam
(Idaroh As-Saqofah wal Bu'uts Al-Islamiyah). 4. Majelis Tinggi Al-Azhar (al-Majlis
al-A'la Lil azhar). 5. Dewan Tinggi Ulama (Hai'ah Kibar
Ulama). Al-Azhar
juga memiliki tiga rumah sakit yang dikhususkan untuk praktik mahasiswa/i
kedokteran Al-Azhar, ketiga rumah sakit tersebut adalah Husein Hospital,
Azhar Hospital dan Bab Al-Sya'riya Hospital. Sejak
dimulainya aktifitas perkuliahan gerbang universitas Al-Azhar selalu
terbuka untuk pelajar yang datang dari segala penjuru dunia untuk
mendalami ilmu-ilmu agama, dan hingga kini al-Azhar telah memiliki 50
fakultas yang tersebar di seluruh pelosok lembah Nil ini, adapun jumlah
mahasiswa/i Al-Azhar sekarang kurang lebih mencapai 150.000 orang. Demikianlah sekilas diskripsi tentang al-Azhar yang senantiasa tegar dalam kurun waktu yang panjang.
home
|
|
||||
[ Halaman muka ] [ Tentang kami ] [ Email kami ] [ Buku tamu ] [ Arsip ] |
|||||
|