[ Halaman muka ]      [ Tentang kami ]      [  Email kami ]     [ Buku tamu ]     [ Arsip ]

>>>Dakwah As-Safiir

 

Silaturrahmi 
Karakteristik Masyarakat Muslim

Oleh Ayatun Jalilah Anshari

 

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu adalah 
orang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. al-Hujurat :13)

 

Al-Qur`an sebagai tuntunan yang maha benar dengan al-Hadits sebagai petunjuk pelaksanaannya memerintahkan manusia untuk saling mengenal, mengasihi, menyayangi dan mencintai sesamanya.

 

Dalam ajaran Islam terdapat beragam bentuk silaturrahmi dengan segala hak dan kewajiban masing-masing, serta petunjuk untuk melestarikan silaturahmi tersebut. Di antaranya; bentuk silaturrahmi antara anak dengan kedua orangtuanya dan sebaliknya, istri dengan suami, antar sesama tetangga, pembantu rumah tangga dan lain-lain.

 

Adapun ayat yang berkenaan dengan silaturrahmi dengan orangtuanya, saudara, kerabat dan tetangga adalah QS. Al-Isra` : 23. Selain itu juga terdapat ayat yang mengajarkan kita untuk bersilaturrahmi dengan kedua orang tua, walaupun mereka mengajak anaknya untuk menjadi musyrik, yaitu dengan tetap memelihara hubungan baik dengan mereka tanpa mengikuti ajaran mereka (QS. Luqmaan :15).

 

Kemudian bentuk silaturrahmi lain adalah memelihara hubungan dengan para tetangga. Seperti yang diungkapkan dalam hadits Rasulullah saw. :“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menghormati tetangganya“, Hadits lain juga menyatakan: "Tidak sempurna iman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari gangguan-gangguannya."

 

Kalau kita tilik dari kedua hadits ini, betapa Rasulullah saw. sangat mengutamakan hidup bertetangga, sehingga fenomena sosial bertetangga dikategorikan dalam strata keimanan.

 

Selain itu, mengenai cara bersikap dan berprilaku terhadap pembantu rumah tangga, Rasulullah saw. bersabda: “Mereka adalah saudara-saudaramu dan para pembantu yang telah Allah limpahkan tanggungjawabnya kepadamu, barang siapa memelihara mereka haruslah memberi makan dan pakaian seperti yang ia makan dan ia pakai, dan janganlah engkau bebani mereka dengan pekerjaan-pekerjaan berat yang melampaui batas kesanggupan mereka, dan jika terpaksa engkau membebaninya, maka bantulah mereka.”

 

Dari uraian di atas, maka corak masyarakat yang harus dijadikan arah tujuan dan qudwah teladan adalah masyarakat muslim yang karakteristiknya tergambar dalam Al-Qur`an dan Hadits Nabi saw.. Kemudian dalam Al-Qur`an disebutkan beberapa karakteristik masyarakat muslim, antara lain adalah: Orang muslim sangat mencintai Allah (QS. al-Baqarah :165), mereka senantiasa bersama Allah dan tak pernah bercerai-berai dari pada-Nya (QS. al-Baqarah: 194), mereka beriman kepada Nabi (QS. al-Baqarah: 136), mereka adalah orang-orang selalu menepati janji (QS. al-Baqarah: 177), tolong-menolong dalam kebajikan dan bukan dalam kejahatan (QS. al-Baqarah: 05), dan masih banyak lagi karakteristik-karakteristik masyarakat muslim yang patut diteladani.

 

Dari karakteristik muslim di atas, digambarkan oleh Rasulullah saw. dengan ringkas sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas tinggi. Perumpamaan umat Islam adalah bagaikan satu jasad, dalam kasih-sayang dan perasaan terhadap satu sama lainnya, sehingga jika salah satu bagian tubuh merasa sakit, maka bagian-bagian yang lain juga turut merasakannya.

 

Ungkapan-ungkapan di atas menyatakan bahwa masyarakat muslim adalah masyarakat yang satu sama lainnya sangat syarat dengan kasih sayang dan keakraban yang mendalam, saling menghormati dan memberikan motivasi agar berprestasi tinggi. 

 

Dan hal ini dapat tercapai bila semuanya umat Islam hatinya berada dalam satu jalinan keimanan yang sama dalam arti mahabbatulla. Sehingga pondasi hubungan antar sesama (hablu minan-nâs) benar-benar dilandasi mantapnya hubungan dengan Allah (hablu minallah). Dan sebaliknya pelaksanaan hablu minallah-pun hanya mungkin berlangsung dengan sempurna dalam kondisi hablu minan-nâs yang tentram dan akrab.

 

Dan atas dasar inilah, maka masyarakat yang berpredikat baldatun thayyibatun wa rabbun ghaffur itu dijadikan citra idaman dan tujuan pembinaan masyarakat. 

 

Tetapi dewasa ini umat Islam sangat identik dengan hal-hal negatif, seperti keterhinaan, kebodohan, kterbelakangan, dan gampang diperdaya. Bahkan belakangan umat Islam sangat syarat akan hal-hal yang berkaitan dengan terorisme, fanatisme dan ekslusifisme dengan segala keberingasan, kebrutalan, dan menempati wilayah terbelakang dan miskin.
Andaikata benar citra yang disandang umat Islam ini, maka kita tidak perlu menyalahkan situasi, sistem dan ideologi pihak-pihak lain. Karena hal ini tak mendatangkan manfaat. Karena bila kita telusuri beberapa faktor terbentuknya citra negatif tersebut adalah kembali kepada umat Islam sendiri, dan tergantung kemauan kita mengubah citra itu.

 

Menurut pakar psikologi, citra buruk bersumber dari persepsi yang salah, prasangka buruk yang diwariskan terus menerus, dan kebencian mendalam kepada Islam dan kaum muslimin, atau memang berkaitan beberapa umat yang buruk budi pekertinya. Kemudian sifat tersebut digeneralisasikan untuk seluruh umat Islam, atau memang ada kemungkinan besar bahwa kita sendiri, umat Islam yang tidak mampu menampilkan identitas muslim secara nyata sebagaimana yang dikehendaki Al-Qur`an.

 

Karena masalah citra berkaitan langsung dengan cita atau identitas, dan fakta kaum muslimin berkaitan dengan gambaran ideal dan kenyataan sebenarnya mengenai kaum muslimin sendiri.

 

Oleh sebab itu hal-hal yang sangat urgen bagi kita adalah untuk memahami muslim menurut citra Al-Qur`an seperti yang telah dipaparkan di atas.

 

Kemudian mengakhiri pembicaraan mengenai tuntutan Islam untuk proses silaturrahmi dan penyesuaian diri, Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang ingin gembira untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rezekinya, hendaklah bertakwa kepada Allah dan suka menjalin kasih sayang (silaturrahmi) dengan kerabat dan familinya.

 

Demikianlah, ternyata Islam memiliki formula untuk panjang umur dan murah rezeki, yaitu dengan bertakwa kepada Allah dan menjalin silaturrahmi antar sesama manusia.

Semoga ……!

_____________________________________________

Dimuat di buletin Generasi HMM Edisi V Thn I Sya`ban - Ramadhan 1423 H / Oktober - Nopember 2002 M.

 

 

home

 

 

 

[ Halaman muka ]      [ Tentang kami ]      [  Email kami ]     [ Buku tamu ]     [ Arsip ]

© Himpunan Mahasiswa Medan Mesir 2002

     Silakan menyalin atau mengutip isi atau sebagian dengan mencantumkan sumber HMM Online

Kirim artikel/saran/kritikan 

Kontak Webmaster