[ Halaman muka ]      [ Tentang kami ]      [  Email kami ]     [ Buku tamu ]     [ Arsip ]

>>>Dakwah As-Safiir

 

40 Tahun Penentu Segalanya
oleh Indra Gunawan


"Jika anak Adam meninggal maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara: shodoqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendo'akannya" (HR Muslim).

Dalam kehidupan kita sehari-hari sudah terlampau sering kita melakukan yang namanya dosa, baik itu shogoir (dosa-dosa kecil) maupun kabair (dosa-dosa besar), baik yang di kehendaki maupun tidak, baik yang disadari maupun tidak.

Masing-masing individu diciptakan Tuhan punya misi dan visi yang tidak lain adalah 'liya'buduuni' (hanya untuk menyembah-Nya). Jikalaulah kita punya waktu sejenak, merenungi dengan hati yang jujur dan bersih akan rentetan pasca kehidupan abadi kita, dari mulai dalam kandungan hingga peniupan ruh serta diikatkan janji pada kita untuk menta'ati tuhan nantinya di dunia sampai pada masa di munculkannya kita di dunia untuk menjalani jatah hidup puluhan tahun. Kemudian setelah itu kita menempuh alam barzah hingga di bangkitkan di padang mahsyar dalam antrian panjang diantara milyaran manusia menunggu vonis penentuan jati diri selamanya dari mahkamah yang maha adil, dimana saat itu hanya ada dua pilihan surga atau neraka. Bertafakkur merenungi akan semua itu membuat seluruh ambisi dan obsesi dunia ini menjadi tidak berarti.

Tapi tentunya tuhan tidak hanya menyeru hamba-Nya pada kehidupan ukhrowi (akhirat) saja, sebagaimana yang pernah rasulullah sabdakan: "kerjakanlah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selama-lamanya dan kerjakanlah buat akheratmu seakan-akan kamu mati esok hari". Karena memang tidak ada jaminan dan kepastian bagi kita kapan maut akan menjemput, mungkin bisa jadi esok hari, hanya saja sudah siapkah kita menghadapi hari itu, hari dimana kita tidak bisa lagi melakukan amal-amal kita, hari dimana terputus sudah segala kesenangan duniawi, hari dimana kita berpisah dengan anak, istri dan seluruh manusia lainnya, hari dimana kita mempertanggung jawabkan segala apa yang telah kita lakukan di dunia, sudah siapkah kita? Dimana maut tak pernah mengenal batas usia dan keadaan, dimana ia tak pernah melihat siapa dan bagimanakah ia, dimana ia kalau sudah datang tak dapat dimajukan ataupun diakhirkan walaupun hanya sesaat, siapkah kita..? pertanyan ini hanya bisa di jawab oleh masing-masing diri kita sambil merenungi dosa-dosa dan pahala yang telah kita perbuat.

Pernahkah kita berpikir sejenak atau meluangkan waktu kita, ketika kita merayakan hari jadi kita bahwa yang sebenarnya kita rayakan adalah semakin berkurangnya umur kita, atau ketika kita merobek tanggal kelender di dinding, pada dasarnya yang kita robek adalah umur kita, atau ketika kita mengantar usungan jenazah famili atau handai tolan kita, ketika ia di masukkan ke liang lihat, pernahkah terdetik di hati kita bahwa suatu saat nanti kitalah yang akan terbujur kaku di dalam sana? marilah kita selalu mengingat akan hari itu, hari kematian kita, mengingat mati tak akan afdhal kalaulah kita tidak terus memperbaharui ingatan kita terhadap kematian itu. Umur semakin lama semakin berkurang tapi dosa kita terus bertambah. Hanya diri kitalah yang bisa menyelamatkan diri kita dari jilatan api neraka. Kita memang tidak mengaharapkan surga, sebab kita beribadah bukan untuk meraih surga melainkan ridha-Nya, tapi tentunya Allah sudah menetapkan surga sebagai lambang perwakilan ridha-Nya, sebab takkan ada orang masuk surga kalau tidak dengan seizin ridha-Nya. 

Kita tidak usah mengeluh kalau kita telah di hidupkan tuhan di zaman sekarang, dan kenapa bukan dimasa nabi, sebab kalaulah dimasa nabi tentunya kita akan membela perjuangan nabi dan syukur-syukur kita bisa masuk pada golongan sahabat-sahabat yang dijanjikan masuk surga, sebagaimana yang dikeluhkan seorang tabiin pada salah seorang sahabat senior nabi, ketika itu ia mengeluh kenapa ia harus hidup di zaman ketika umat Islam saling berperang, saling mengucurkan darah, dimasa ketika badai fitnah melanda umat Islam, karena kalaulah ia hidup di zaman nabi tentu ia akan berjuang mati-matian membela nabi selalu, tetapi sahabat itu hanya tersenyum sembari bertutur bahwa sebenarnya kalianlah yang bersyukur, karena telah hidup dizaman ketika syari'at telah disempurnakan, ketika segala hal telah dijelaskan dan diatur rapi.

Saat kita berani hidup di dunia tentunya kita sudah mempunyai konskwensi logis bahwa kita hidup di bawah naungan bendera qodho dan qodhar. Maut, rezeki, jodoh dan lain-lain sudah di tetapkan semula sesuai dengan proses usaha yang kita tempuh. Hidup di dunia hanyalah puluhan tahun, tapi puluhan tahun itulah yang menjadi penentu segalanya, yang akan menentukan hidup kita nanti pada ratusan tahun mendatang, ribuan tahun, bahkan abadi kekal selama-lamanya. Allah berfirman : "balasan mereka di sisi tuhan mereka ialah surga 'adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut pada tuhannya" (QS 98 ; 8).

Katakanlah kita hidup di dunia ini selama 70 tahun, itupun sudah sangat langka. Sabda nabi di hadits qudsinya, bahwa Allah tidak menghisab seorang hamba dalam tiga masa, ketika ia gila hingga ia sembuh, ketika ia lahir hingga ia akil baligh, dan ketika ia tidur hingga bangun kembali. Masing-masing dari kita mengalami masa baligh ketika usia 10 tahun, itu berarti 70 tahun dikurang 10 tahun sama dengan 60 tahun, dalam satu hari 24 jam kita mungkin bisa istirahat selama 8 jam (baik malam maupun siang) itu sama dengan 1/3 hari, yang berarti 1/3 dari usia kita yang 60 tahun tadi sama dengan 20 tahun, secara matematis 60 tahun tadi dikurang 20 tahun menjadi 40 tahun, jadi dari 70 tahun Allah hanya menghisab kita selama 40 tahun. Itupun masih di beri keringanan oleh tuhan yaitu ketika kita melakukan satu kejahatan hanya di ganjar satu kejahatan tapi kalau kita melakukan satu kebaikan, akan di ganjar Allah menjadi tujuh, sepuluh bahkan berlipat-lipat ganda, hanya saja memang tidak seluruh niat baik hasilnya akan baik apalagi kalau kita sudah memulai sesuatu dengan niat buruk.

Namun ada beberapa amal yang akan terus mengalir walaupun kita nanti sudah berada di alam baka. Kata rasulullah: "jika meninggal anak adam maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga perkara : shodoqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendo'akannya" (HR muslim).

Pertama; Shodaqoh jariyah, adalah kalau kita menyumbangkan/menginfakkan harta kita untuk kemashlahatan umat, seperti membangun masjid, panti asuhan, rumah sakit dan lain-lain. Selama itu semua masih dipergunakan, maka selama itu pulah pahalanya terus mengalir walaupun ia sudah meninggal dunia.

Kedua; Ilmu yang bermanfaat, jikalau kita mengajarkan ilmu kepada orang lain dan orang itu menyebarkannya kepada orang lain, dan ilmu itu di pergunakan buat kemashlahatan, maka amalnya terus mengalir.

Ketiga; Anak sholeh yang mendo'akannya, bersyukurlah bagi mereka yang mempunyai keturunan anak sholeh, yang senantiasa dalam sujud-sujud panjangnya ia selalu mendo'akan orang tuanya.

Maka marilah kita saling introspeksi diri dan menghisab diri kita sebelum nantinya kita dihisab, penyesalan selalu akan datang belakangan, maka hendaklah kita sama-sama berbekal dengan sebaik-baik bekal yaitu takwa, pergunakanlah sisa umur ini untuk mengejar kebaikan dan amal shaleh, karena memang seorang mukmin tidak akan berhenti dan takkan puas melakukan amal shaleh sebelum bertemu dengan syurga. 
Semoga Allah selalu memberikan kita petunjuk, petunjuk bagaimana kita harus bersikap, petunjuk bagaimana kita harus melangkah, harus memilih yang benar, petunjuk bagaimana harus berprinsip, berkeyakinan, berakidah dengan benar. Semoga kiranya kita tidak bosan-bosannya membakar semangat, membulatkan tekad dalam menyelesaikan misi kita selaku hamba Allah dan khalifah ardh dengan sebaik-baiknya.
Semoga….

 

______________________________________

Dimuat dilembaran Dakwah Jum'at As-Safiir HMM , Jum'at 06 September 2002M 

 

 

home

 

 

 

[ Halaman muka ]      [ Tentang kami ]      [  Email kami ]     [ Buku tamu ]     [ Arsip ]

© Himpunan Mahasiswa Medan Mesir 2002

     Silakan menyalin atau mengutip isi atau sebagian dengan mencantumkan sumber HMM Online

Kirim artikel/saran/kritikan 

Kontak Webmaster