[ Halaman muka ] [ Tentang kami ] [ Email kami ] [ Buku tamu ] [ Arsip ] |
|||||
|
|||||
Masyarakat
Yang Terkotakkan
Dalam banyak hal, terma-terma atau istilahan yang timbul dalam ruang akademis atau non akademis telah merasuk kedalam sendi kehidupan manusia secara makro. Biasanya terma apapun yang timbul adalah merupakan hasil dari penilaian-baik objektif atau subjektif- terhadap fenomena apa saja, bisa berupa sosial, ekonomi, politik atau juga agama dan ditambah lagi dengan istilah aliran-aliran pemikiran. Istilah-istilah ini terkadang hanya mencakup satu bidang keilmuan saja atau bisa jadi terpenetrasi kepada bidang yang lain karena memang telah terjadi tumpang tindih, misalnya saja istilah liberal ia bisa dipakai dalam istilah-istilah perpolitikan atau juga agama untuk saat sekarang ini.
Istilah-istilah lain yang sering dipakai misalnya kapitalisme, sosialisme, komunisme, fundamentalisme, konservatif, moderat dan lain-lainnya. Terma-terma ini memang secara tidak langsung telah membentuk sebuah kekuatan aksi, plus kekuatan aksi balasan, misalnya saja istilah kapitalisme yang memang telah menjelma dalam sistem kehidupan perekonomian barat secara umum yang berlawanan dengan sistem lain yaitu sistem sosialis.
Jika kita berbicara tentang islam sebagai ideologi, maka istilah fundamentalisme dan liberalis-moderat adalah merupakan istilah-istilah yang sangat populer ditengah-tengah kaum akademis sebagai bentuk dari pemahaman islam, keduanya bagaikan tesa dan antitesa. Dengan penilaian yang mendasar orang-orang terklasifikasikan kepada kedua kubu tersebut, yang jelas penilaian ini terlepas dari standar-standar penilain karena memang jikalau ingin jujur tidak ada standar yang dapat dipakai untuk menvonis seseorang, apakah ia termasuk golongan fundamentalis atau liberal-moderat kecuali hanya sebatas penilain sepihak dan itu adalah kebenaran individual. Orang-orang yang merasa dirinya liberal akan menilai dan mengatakan bahwa kaum fundamentalis adalah orang-orang yang terlalu literalis dalam memahami nash-nash dan tidak bisa memahami konteks zaman. Dan kaum yang merasa fundamentalis pun akan mengatakan bahwa golongan liberal adalah golongan yang terlalu keluar dari pemahaman Islam. Masing-masing kubu menuduh lawannya adalah sesat dan tidak sesuai dengan islam. Kecenderungan-kecenderungan semacam ini juga banyak diikuti oleh para mahasiswa Mesir, ada sebahagian mahasiswa yang tidak suka membaca buku tokoh-tokoh atau menggeluti pemikiran-pemikiran mereka yang konon dikatakan fundamentalis seperti Hasan Al-Banna atau Sayyid Quthb misalnya, mungkin takut dikatakan ia fundamentalis atau konservatif, padahal ia sendiri tidak tahu dan tidak mengerti batasan-batasan orang-orang yang dikatakan fundamentalis atau standarisasi apakah yang dipakai untuk menentukan apakah seseorang itu tergolong fundamentalis atau tidak. Masing-masing kubu saling cemburu dan saling curiga dan ini adalah fenomena umum umat islam dewasa ini.
Dari sikap-sikap ini akan tercipta suatu kondisi yang berakhir pada pendeskriditan idenditas masing-masing. Pada masa ini sudah maklum adanya bahwa kubu yang selalu termarginalkan dan selalu dideskriditkan adalah kubu fundamentalis. Mereka selalu dianggap ekstrim, selalu dianggap menghalalkan semua cara untuk meraih tujuan. Anggapan ini lahir bukan saja dari orang-orang Barat akan tetapi juga dari kaum muslim sendiri, dan ini sungguh sangat disayangkan.
Di lain hal perselisihan pemahaman antara kedua kelompok yang bisa berakhir pada perseteruan fisik hanyalah merugikan umat Islam saja, dan Barat sebagai kelompok ketiga telah memanfaatkannya. Kita umat Islam sampai sekarang hanya bisa berkutat dalam masalah-masalah teologi dan metafisk saja sementara Barat telah jauh melampaui kita dalam masalah tekhnologi modern.
Kalaupun ada negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim dan maju dalam tekhnologinya maka bisa dipastikan bahwa negara itu hanyalah sebagai konsumen dari produk-produk barat yang bertekhnologi canggih. Bila kita mau sadar, sesungguhnya Baratlah yang telah mengkotak-kotakkan umat islam, kotak-kotak itu diberi label yang beraneka ragam, adanya yang berlabel liberal-demokrat dan fundamentalis.
Pengkotakan-pengkotakan ini akan memudahkan mereka dalam memisah-misahkan
kesatuan umat islam. Di lain hal lagi Barat akan menilai seorang muslim yang taat beragama dengan sebutan fanatik dan ekstrim, padahal fanatisme menurut Ibnu Khaldun dalam Muqaddimanya adalah merupakan pondasi awal dari kukuhnya sebuah agama atau negara. ________________________________________________________ Dimuat di buletin Generasi HMM Edisi V Thn I Sya`ban - Ramadhan 1423 H / Oktober - Nopember 2002 M.
home |
|
||||
[ Halaman muka ] [ Tentang kami ] [ Email kami ] [ Buku tamu ] [ Arsip ] |
|||||
|